Pada masa sukacita Paskah, sekitar Medio Mei 1940 tibalah sebuah surat dari Yang Mulia Mgr. PJ. Willekens SJ, Vikaris Apostolik Jakarta ditujukan kepada Moeder Marie Ildephonse de Jong, Provinsial Ursulin Indonesia pada waktu itu. Surat tersebut berisikan tugas perutusan untuk melakukan misi pendidikan bagi anak-anak dan pembukaan biara baru di Klaten.
Tanggal 12 Juli 1940, dengan penuh keberanian dan percaya diri, kelima suster yang diutus yaitu Mere Arsène-de Materis (delege) dari Pekalongan, Soeur Inigo Prawirataroena dari Madiun, tiga suster dari Bandung yaitu Soeur Odilia Wongsowikarta, Soeur Faustina Prajadimedja dan Soeur Jovita Santaharja, di bawah pimpinan Moeder Theresia Schricks dari Jalan Merdeka 22 Bandung sebagai wakil Moeder Provinsial, membuka biara baru di Klaten. Sebelum mereka berangkat ada upacara penandatanganan Akte Pendirian dilakukan oleh Moeder Provinsial dan 4 suster yang akan diutus dari Bandung, di kapel Houtmanstraat (sekarang Jl. Supratman 1, Bandung). Mereka menempuh perjalanan selama 1 hari dan harus berhenti di Yogya, lalu ganti ke kereta yang lebih lambat menuju Klaten. Sekitar 14.45 mereka tiba di Klaten dan seorang utusan sudah menunggu suster-suster. Dengan wajah gembira dan hormat dia berujar, “Sugeng Rawuh!”. Di luar stasiun ada sebuah mobil untuk mengantar mereka ke ‘biara’ baru di Pandanredja. Biara kecil itu sebenarnya sebuah rumah tinggal dari keluarga Gandawarsita.
Dalam waktu singkat, rumah mereka disiapkan untuk kegiatan misi suster Ursulin. Biara baru ini diberi nama “Maria Assumpta”, terletak di Jalan Kamar Bola nomor 4 Klaten. Pada tanggal 23 Juli 1940, pukul 17.00 datang Pater Hagdorn SJ dan Pater Wammers SJ dari Muntilan untuk memberkati biara Ursulin “Maria Assumpta”. Dengan melihat situasi dan kebutuhan umat setempat maka para suster dengan gerak cepat mendirikan sekolah-sekolah. Dimulai dari Sekolah Volksschool (Sekolah Rakyat) didirikan pada tanggal 1 Agustus 1940 dengan menyewa sebuah rumah di kampung Sikenong untuk 105 siswa.
Pada tanggal 18 Agustus 1941, Volksschool pindah ke depan biara dan pada tanggal 14 September 1941 dilaksanakan pemberkatan gedung sekolah tersebut oleh Pastor Hagdorn dan Pastor Hardjasoewanda. Pada tanggal 22 Maret 1942 Jepang masuk Indonesia, semua sekolah harus ditutup dan dibuka kembali tanggal 11 Juni 1942.
Pada tanggal 19 Desember 1948 sekolah dan biara sempat menjadi markas Belanda sehingga para suster harus mengungsi. Tanggal 24 Juli 1950, mulai dibuka SMP (Middelbareschool) dengan nama Pangudi Luhur II untuk kelas 1 dan 2, tetapi masih kekurangan tempat maka dibuat tambahan ruang untuk 8 kelas yang selesai dibangun pada bulan Juli 1952 dan diberkati pada tanggal 29 November 1952 oleh Mgr. Albertus Soegijapranata SJ, Vikaris Apostolik Semarang. Pada tanggal 16 Juli 1951, dibuka Sekolah Taman Kanak-kanak dengan murid pertama berjumlah 30 anak. Tidak cukup sampai di situ, Ursulin masih membuka lagi SGA pada tanggal 2 Agustus 1965 dengan murid pertama berjumlah 55 siswa. Waktu belajar SGA sore hari di gedung SMP. Penggantian nama SMP juga menjadi perhatian, pada tanggal 22 September 1997, Sr. Ingrid Widhiningsih dan Sr. Theresia Maryani berangkat ke Semarang untuk mengurus pergantian nama dari SMP Pangudi Luhur II menjadi SMP Maria Assumpta.
Suster Ursulin harus dinamis bukan hanya semangatnya tetapi juga hidupnya yang berpindah-pindah, sesuai kata St. Paulus bahwa kita tidak punya tempat tinggal yang tetap di dunia ini. Tanggal 16 Desember 1950 terjadilah perpindahan biara dari Sidowayah ke Jalan Bali nomor 9. Sebulan kemudian, tepatnya tanggal 15 Januari 1951 Novisiat dipindahkan dari Noordwijk-Jakarta ke Klaten. Inilah awal Komunitas Klaten dijadikan tempat pembentukan dengan kedatangan Pemimpin novis, Sr. Imelda Bukhems bersama 5 novis dan 6 postulan. Kota kecil ini dianggap lebih cocok untuk novisiat dari pada kota yang ramai seperti Jakarta. Rupanya dengan bertambahnya panggilan, biara Klaten terasa terlalu kecil untuk menampung sekian suster maka sekitar tanggal 30-31 Januari 1954, Sr. Imelda Bukkems beserta 14 Novis pindah dari Klaten ke Bandung. Memang dari awal, Provinsialat Bandung ini disiapkan juga untuk Novisiat. Kondisi gedung biara Klaten pun sudah tidak memungkinkan untuk ditinggali maka pada tanggal 27 Oktober 1997 bangunan biara lama dibongkar untuk dibangun kembali. Pemberkatan gedung biara yang baru dilaksanakan pada tanggal 26 Juni 1998 dengan perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Pastor Wahadi, Pr.
Perkembangan karya Ursulin di Keuskupan Agung Semarang seperti dipaparkan di atas bahwa dari awal Ursulin berkarya di bidang pendidikan. Yang dipilih adalah anak-anak miskin, maka tempat pertama yang dipilih adalah Klaten, bekerjasama dengan Bruder-bruder FIC untuk SMP. Sekolah Pangudi Luhur berkembang lebih pesat dari sekolah Ursulin, sehingga siswa siswi SD dari Ursulin memilih melanjutkan ke SMP Pangudi Luhur. Yang perlu menjadi bahan pemikiran, apakah di Klaten perlu ada dua SMP Katolik yang berdekatan? TK dan SD juga perlu berjuang untuk mendapat murid karena persaingan dengan sekolah-sekolah baru yang dibangun di sekitar Ursulin. Tantangan lain di Klaten: karena sekolah-sekolah negeri juga berkembang dan biayanya jauh lebih murah, maka umat Katolik pun cenderung memilih sekolah Negeri, sehingga sukar bagi Ursulin untuk mendapat cukup murid. Begitulah refleksi kami atas tantangan karya di Keuskupan Agung Semarang dan sekelumit perjalanan sejarah komunitas Klaten yang masih terus berlangsung sampai sekarang.